Tuesday, November 23, 2010
Senang-Senang Panjat pinang
Agustus dataang..mari sama-sama kita bilang “Dirgahayu Indonesia” yang ke-65. Ritual tiap tahun, biasanya ada acara Agustus-an, baik di kantor-kantor, sekolah, sampai di perumahan. Daftar lomba tiap tahun juga hampir bisa ditebak. Biasanya ada lomba makan kerupuk, balap karung, tarik tambang, pindah kelereng pake sendok, terus ‘nggak lupa lomba panjat pinang.
Umumnya kita memahami lomba Agustus-an mengingatkan kita tentang gotong royong, kerja sama, tapi yang kita perlu ingat juga kalo ada arti saling melayani. Kita ambil contoh panjat pinang. Satu tim lebih dari lima orang, tu pinang dikasi’ minyak supaya susah dipanjat, terus ‘nggak tau gimana caranya mereka saling menginjak satu sama lain buat angkat temennya supaya bisa sampai atas. Dari badan yang dipanjat, bahu yang diinjak, sampai akhirnya muka temen satu tim juga nggak luput dari telapak kaki yang lain. Padahal kalo’ dilihat, hadiah di atas juga bukan hadiah yang mahal dan ga’ mungkin dibagi orang banyak. Misal, sepeda. ‘Gimana caranya satu sepeda dibagi orang satu tim? Mungkin mereka buat jadwal untuk gantian pake’ kali ya.
Bayangin aja, muka yang biasa dijaga luar biasa, dari panas, terus juga kita rawat baik-baik, kalo udah di lomba panjat pinang, dengan rela hati diinjak-injak temen supaya menang. Kotor, panas, bau, udah ga’ pengaruh lagi..maju teruuss. Coba bayangkan, apa yang bisa kita hasilkan kalo’ prinsip kaya’ gini kita pake’ di kehidupan sehari-hari? Bukan kita yang utama, tapi bagaimana kita bekerja sama dengan sekeliling kita, untuk menjadikan segala sesuatu lebih baik. Bukan hanya mengkritisi banyak hal tentang negara kita dengan kata-kata yang pedas, tapi mulai dari hal-hal kecil. Jalankan peran yang dipercayakan pada kita, mulai tugas sebagai anak, murid, mahasiswa, pekerja, ibu rumah tangga, kepala rumah tangga tanpa berpusat pada diri sendiri, namun karena memiliki tekad untuk memberikan yang terbaik dari yang kita bisa lakukan.
To serve is a whole life learning process. So as long as we live, there are no words “too late” to learn and… Don’t wait until it’s too late
Sweet Regards,
Natasha Benita
*dimuat di :
Progress News, Warta Saints Movement Community Church
Halaman Editorial, September 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)