Pages

Thursday, September 16, 2010

Seberapa Sering Kita Membolos?


Suatu hari di sebuah kelas..

"Kenapa kamu pakai sepatu seperti itu?" tanya seorang dosen pada mahasiswanya
"lho memang kenapa bu?" jawab mahasiswa itu kaget
"kamu nggak hadir di pertemuan pertama?" selidik sang dosen.
"nggak, Miss."
"ya sudah, tolong minggu depan jangan pakai sepatu itu seperti itu." sang Dosen pun mengakhiri pembicaraan.

Pada pertemuan keempat sebuah matakuliah, seorang dosen menghampiri seorang mahasiswa. Mahasiswa tersebut mengenakan sepatu yang menurut sang dosen tidak sesuai dengan
standard yang telah ditetapkan. Setiap ketentuan berpakaian, penilaian, semuanya telah dibahas pada pertemuan pertama yang sayangnya
sang mahasiswa tidak hadir. Entah karena dia menganggap remeh pertemuan pertama sehingga dia tidak bertanya pada temannya,
entah apakah dia sudah bertanya pada temannya namun tidak mendapat jawaban yang lengkap, atau mungkin ada alasan lain entah apapun itu,
namun yang pasti sang mahasiswa didapati tidak menggunakan atribut sesuai standard hanya karena ia tidak hadir pertemuan sebelumnya.

Cerita di atas berdasarkan sebuah kejadian nyata, dan mungkin sudah umum terjadi di kalangan mahasiswa.
salah paham, salah informasi, kurang lengkap informasi sehingga mengakibatkan kurang siapnya mahasiswa. Bahkan di bulan - bulan akhir
masa "kemahasiswaan"ku, masih ada salah informasi yang terjadi di kalangan teman teman mahasiswa seangkatanku, padahal sudah menyangkut hal - hal penting
seperti proposal skripsi dan skripsi. Misalnya syarat sidang proposal, syarat skripsi, dan lain - lain.
Yah bisa dikatakan, semakin banyak lidah dalam menyampaikan informasi, kemungkinan informasi mengalami gangguan juga besar, hingga akhirnya menjadi "salah".
paling aman adalah pastikan sendiri. Misal, dengan menyimak di kelas dengan baik, baca di papan pengumuman, atau bertanya pada dosen yang bersangkutan.

dalam hidup ini ada satu kelas yang tidak akan pernah berhenti. Kelas matakuliah "Pengenalan Tuhan".
Dalam hidup ini seberapa sering kita memilih untuk tidak masuk sendiri di dalam kelas, untuk mendengarkan Dia dan menghabiskan waktu bersama Dia.
Kita mungkin lebih memilih "mendengarkan" dari pemimpin - pemimpin kita di gereja dan saudara - saudara seiman kita tentang bagaimana baiknya Dia,
apa yang Dia perintahkan, apa yang Dia inginkan.
Aku secara pribadi, ada saat - saat di mana aku hanya mengenal Dia dari cerita orang. Akibatnya, saat waktu "ujian" datang, aku bingung sendiri.
Aku mencoba bereaksi berdasarkan "cerita" dari teman - teman yang rajin hadir di kelas, yang mengalami waktu - waktu bersama Dia dan mendapat pengajaran dari Dia secara utuh.
Padahal kita tahu bahwa tidak ada yang sama dalam cerita kehidupan masing - masing orang. Apa yang berlaku buat si A, berlum tentu berlaku bagiku, begitu juga sebaliknya.
Dengan aku bertanya pada orang- orang yang hadir di kelas aku memang mendapatkan "gambaran" tentang siapa Dia.
Tapi sebuah "gambaran" ternyata tidak cukup sebagai "senjata" untuk menghadapi semua pertanyaan dalam ujian.
Bagi teman - teman yang rajin mengikuti kelas, untuk bisa menjawab dengan benar di setiap pertanyaan saja sudah membutuhkan sebuah usaha ekstra.
Apalagi bagi aku yang masih kedapatan membolos.
Selayaknya mahasiswa yang suka membolos, maka jawaban ku pun mungkin bisa "setipe" dengan teman - temen yang lain karena aku bertanya pada mereka.
tapi jelas bahwa aku sendiri tidak tahu apa yang aku tuliskan. aku hanya "tahu" tapi tidak mendalaminya, tidak memahaminya.

Akhir cerita di atas adalah sang dosen akhirnya memutuskan untuk tetap mempersilahkan sang mahasiswa tetap berada di kelas dan mengikuti perkuliahan.
Tidak semua dosen mau bermurah hati seperti dosen ini. Ada dosen yang akan "mempersilahkan' mahasiswanya untuk keluar dari kelas karena didapati tidak
berperilaku sesuai standard, entah apapun alasannya.Seberapa banyak kemurahan yang masih kita "harapkan" dari dosen yang baik hati itu?
Kita pun juga tidak mengetahui, seberapa lama waktu yang diberikan pada kita untuk menjadi "mahasiswa".

No comments: